BOJONEGORO – Bulan Muharram atau yang dikenal dengan Bulan Suro bagi orang jawa dianggap sebagai bulan yang disakralkan. Sebagian besar masyarakat Jawa masih meyakini bahwa ada hari tertentu, dan keadaan manusia itu yang membawa hal baik dan buruk. Untuk mengantisipasi hal buruk tersebut maka masyarakat Bojonegoro khusunya masih meyakini bahwa mengikuti prosesi ruwatan adalah sebagai bentuk ikhtiar tolak bala.
Seperti hari Minggu kemarin (22/9/19) sebanyak 37 peserta ruwatan massal 60 sukerto mengikuti prosesi Ruwatan Massal yang digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro di Pendopo Obyek Wisata Kayangan Api, Kecamatan Ngasem, Kecamatan Bojonegoro, Jawa Timur.
Diihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro Bapak Amir Syahid, S.Sos., M.Si., yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa “Seni Budaya lokal saat ini mulai tergerus dengan budaya asing dari luar, maka sudah seyogyanya kita sebagai warga masyarakat untuk menjaga dan turut melestarikan kebudayaan daerah, karena budaya lokal merupakan suatu identitas suatu bangsa. Begitupun tujuan dari ruwatan ini digelar yaitu untuk melestarikan kebudayaan Indonesia agar terus hidup di masyarakat dan tetap menjadi milik bangsa Indonesia.
Dengan berbusana serba putih, prosesi ruwatan ini diawali dengan kirab dari gapura Kayangan Api menuju pendopo Kayangan Api. Lalu acara sungkeman kepada masing-masing keluarga yang menjadi peserta sukerto. Acara dilanjutkan dengan pagelaran wayang dengan dalang Ki Saemo Sabdo Carito dengan memainkan lakon Murwakala, yakni cerita wayang khusus untuk proses peruwatan yang mengambil kisah Bathara Kala.
Seusai gelaran wayang dilanjutkan pembacaan ritual, pemotongan rambut, basuh muka, penarikan kupat luar. Yang mengandung arti bahwa ini membebaskan peserta dari bala, kesialan dan lain sebagainya. *(on)
Sangat Puas
67 % |
Puas
17 % |
Cukup Puas
0 % |
Tidak Puas
17 % |